Bismillah
Aku sering bertanya kepada abang ku Ijal, “ Bang kenapa sih setiap hari merokok melulu, kan ga baik untuk kesehatan,” kemudian dengan santainya abangku menjawab,” Kalau engga merokok gw ga akan tenang Tik, sehari ga ngerokok ga bisa mikir.” Kemudian timbul pertanyaan besar di kepalaku ini, Apakah sebegitu hebatnya rokok itu sehingga bisa menimbulkan kecanduan bagi penggunanya.
Salah satu zat yang terdapat di dalam rokok adalah Nikotin. Nikotin adalah si biang kerok yang menyebabkan seseorang bisa mencintai rokok sampai setengah mati. Ketika seseeorang menghirup asap rokop, zat nikotin yang ada pada rokok akan masuk ke dalam otak dan melepas dopamine,senyawa yang dapat memberikan rasa nyaman. Ketika konsentrasi dopamine berkurang, rasa nyaman akan hilang dan timbul keinginan perokok untuk kembali merokok. Efek inilah yang menimbulkan ketagihan merokok.
Di dalam dunia kefarmasian sudah berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi penyakit rokok ini. Dimulai dengan penggunaan obat bernama Nicotin patch. Obat ini berupa permen yang dikosumsi sebagai pengganti rokok dengan harapan menurunkan angka ketergantungan pada rokok. Meskipun tidak menggandung zat-zat beracun seperti tar yang ada di dalam rokok, Nicotin patch seperti namanya masih menggandung, nikotin dengan kata lain obat ini hanya bersifat subtitusi.
Pada awal abad milenium para farmasis menemukan cara lain untuk melawan si Nikotin yaitu dengan obat-obat yang bisa melawan efek dari nikotin, salah satunya adalah Bupropion , bila diibaratkan dalam drama Nikotin berperan sebagai tokoh protagonis dan Bupropion berperan sebagai antagonis. Namun, berdasarkan hasil percobaan FDA (U.S. Food and Drug Administration) penggunaan Bupropion kurang efektif dalam menurunkan kecanduan terhadap rokok hanya berkisar 10% (FDA Press 2006).
Setelah melakukan audisi yang cukup lama akhirnya, pada tahun 2007 salah satu perusahaan farmasi terkemuka, Pfizer mengorbitkan bintang baru dalam mengatasi kecanduan terhadap nikotin. Bintang baru ini bernama Varenicline. Obat ini adalah turunan dari Nikotin, sehingga masih ada hubungan darah dengan Nikotin. Tidak seperti saudaranya, Varenicline menganut asas ambil yang baik dan buang yang buruk, sifat pemberi rasa nyaman yang dimiliki oleh Nikotin juga dimiliki oleh Varenicline, namun sifat pemberi rasa candu dari Nikotin tidak dimiliki oleh Varenicline. Sehingga ketika perokok mengkonsumsi Varenicline, fungsi pemberi rasa nyaman yang biasanya diberikan oleh Nikotin akan digantikan oleh Varenicline, ketika kosentrasi Nikotin sudah berkurang di dalam tubuh, lambat laun rasa candu perokok kepada Nikotinpun akan hilang. Varenicline terbukti efektif dalam upaya menurunkan kecanduan terhadap rokok sebesar 44% (Gonzales D et.al 2007)
Tampilkan postingan dengan label Rokok. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rokok. Tampilkan semua postingan
30 April 2010
25 April 2010
ROKOK, KEMISKINAN DAN GENERASI YANG HILANG: KEPENTINGAN JANGKA PANJANG YANG TERABAIKAN
Ketika menunggu kuliah Anatomi Fisiologi Manusia oleh Bu Retno, saya menemukan artikel yang menajubkan ini diantara kertas-kertas bergilir lalu lalang di hadapanku. Kuketik ulang lembar fakta ini agar masyarakat Indonesia tahu betapa rokok sudah menjadi dewa di negara ini.
Rokok dan tembakau dianggap merupakan perdagangan andalan bagi pendapatan Negar. Sekitar 45 triliyun rupiah diterima Negara untuk pembangunan negeri ini, atau 10% dari pnedaptan negar. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika industri rokok dan tembakau mendapat ‘proteksi’ dari Negar. Sementara itu hampir semua Negara di dunia melakukan pengendalian yang ketat untuk industi ini di bawah payung Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Dalam pola epidemi rokok, Indonesia masuk dalam tahap kedua, di mana persentase penduduk laki-laki yang merokok tinggi dan persentase perempuan yang merokok masih rendah, namun jumlah perokok perempuan meningkat dengan tajam (Lopez,et. Al, 1994, Edwards, 2006). Penyakit terkait dengan rokok di Indonesia belum banyak terdeteksi karena baru akan meningkat 30-40 tahun yang akan datang. Dengan demikian tidak mengherankan jika kepentingan jangka pendek lebih didahulukan oleh para penggambil keputusan dibandingkan dengan dampak kerugian jangka panjang terhadapa kesehatan masyarakat Indonesia.
Lebih dari 50% kepla rumah tangga adalah perokok dan sebagian besar merokok di dalam rumah. Selain anak dan istri mendapat paparan asap rokok, ekonomi rumah tangga juga terkorbankan akibat kecanduan yang dialami kepla rumah tangga. Hasil wawancara di Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Bogor pada sejumlah ibu dan suaminya merokok memperlihatkan bahwa penghasilan tambahan yang diperoleh suami justru digunakan untuk membeli rokok bukannya untuk menambah belanja keluarga.
Rokok dan tembakau dianggap merupakan perdagangan andalan bagi pendapatan Negar. Sekitar 45 triliyun rupiah diterima Negara untuk pembangunan negeri ini, atau 10% dari pnedaptan negar. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika industri rokok dan tembakau mendapat ‘proteksi’ dari Negar. Sementara itu hampir semua Negara di dunia melakukan pengendalian yang ketat untuk industi ini di bawah payung Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Dalam pola epidemi rokok, Indonesia masuk dalam tahap kedua, di mana persentase penduduk laki-laki yang merokok tinggi dan persentase perempuan yang merokok masih rendah, namun jumlah perokok perempuan meningkat dengan tajam (Lopez,et. Al, 1994, Edwards, 2006). Penyakit terkait dengan rokok di Indonesia belum banyak terdeteksi karena baru akan meningkat 30-40 tahun yang akan datang. Dengan demikian tidak mengherankan jika kepentingan jangka pendek lebih didahulukan oleh para penggambil keputusan dibandingkan dengan dampak kerugian jangka panjang terhadapa kesehatan masyarakat Indonesia.
Lebih dari 50% kepla rumah tangga adalah perokok dan sebagian besar merokok di dalam rumah. Selain anak dan istri mendapat paparan asap rokok, ekonomi rumah tangga juga terkorbankan akibat kecanduan yang dialami kepla rumah tangga. Hasil wawancara di Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Bogor pada sejumlah ibu dan suaminya merokok memperlihatkan bahwa penghasilan tambahan yang diperoleh suami justru digunakan untuk membeli rokok bukannya untuk menambah belanja keluarga.
Langganan:
Postingan (Atom)