06 Desember 2009

“KEHUJANAN MENIMBULKAN PENYAKIT: BENARKAH?”


Akhir-akhir ini setiap harinya kota Depok diguyur hujan yang terjadi baik di pagi hari maupun malam hari. Akibatnya bagi orang-orang yang tidak siap sedia payung mengalami kehujanan. Seringkali kita mendengar perkataan,” Jangan hujan-hujanan, nanti sakit lho!” yang diucapkan oleh orang tua, kerabat atau teman kita ketika musim hujan tiba. Sebuah mitos yang dipercayai di masyarakat bahwa kehujanan dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit seperti: pusing, diare, demam, dsb. Apakah benar seperti itu?

Kita sering beranggapan bahwa kehujanan bisa menyebabkan masuk angin, demam, batuk, pilek, dan badan linu-linu. Padahal hal ini adalah gejala khas dari infeksi virus influenza. Apakah hubungan antara air hujan dengan virus influenza? Apakah di dalam air hujan terdapat virus influenza? Apakah di balik baju yang basah terdapat segerombolan virus yang siap menyerang? Tentu tidak. Lalu setelah kita selesai sekehujanan pula sering beberapa di antara kita merasakan perut kembung, kemudian melilit dan akhirnya mengalami diare. Apakah air hujan juga membawa bakteri perut? Apakah baju basah membuat bakteri jahat merembes menembus kulit dan otot? Tentu tidak. Mengapa ada beberapa orang yang telah kehujanan setelah berjam-jam tetap sehat bugar dan ada beberapa yang hanya terkena gerimis langsung mengalami demam? Mengapa kita sakit setelah kehujanan? Apakah kita pernah berpikir bahwa para atlet renang yang hampir 8 jam sehari berada di kolam renang sering masuk angin? Bahkan kita sendiri saat berekreasi ke pantai atau berenang di kolam renang tetap segar bugar. Padahal sama-sama air? Mengapa bisa demikian?


Dalam hadist Rasullullah (hadist qudsi) meyebutkan bahwa Allah itu sebagaimana prasangka hamba-Nya. Prasangka adalah dugaan atau persepsi kita. Bila Allah saja wujud dan keberadaan-Nya tergantung kepada cara kita memahami dan memaknainya, apalagi sebuah fenomena dalam kehidupan. Persepsi kita adalah bentuk lain dari doa. Saat tubuh kita kehujanan, lalu kita merasa sengsara dan menganggap akan sakit, maka kemungkinan besar kita akan sakit.

Darimana datangnya ‘doa’ jelek tersebut? Dari informasi yang ditanamkan ke dalam benak kita. Darimana datangnya informasi itu? Dari pengetahuan yang kita terima sebagai sebuah budaya. Dan budaya tersebut kemudian diwariskan secara turun-temurun. Lalu kita meyakininya sebagai sebuah kebenaran. Dengan demikian kita sudah berburuk sangka terhadap air hujan.

Hal diatas dapat dijelaskna oleh disiplin ilmu psikoneuroimunologi yang mempelajari hubungan antara psikologis, sistem persarafan dan imunitas seseorang. Ide dasar psikoneuroimunologi dikemukakan oleh Martin (1938) yang mengatakan, bahwa sistem kekebalan ditentukan oleh status emosi. Stres, takut, cemas dan sebagainya dapat meningkatkan kerentanan tubuh terhadap infeksi penyakit. Selain itu, karakter, perilaku, dan pola coping (penyesuaian) berperan pula pada sistem imun. Jadi, jika kondisi psikis buruk (cemas, gelisah, stres), sistem imun akan melemah sehingga fisik akan lebih mudah terserang penyakit. Jika kondisi psikis baik (senang, gembira, nyaman, damai), walaupun di sekitarnya banyak sumber penyakit yang bersangkutan tidak akan sakit.

Dalam hal ini, keyakinan bahwa kehujanan akan membuat sakit diterima dan menciptakan teror kecemasan di otak ketika kita mengalaminya. Saat cemas itulah terjadi peningkatan kadar hormon kortisol. Hormon kortisol yang disebut juga ‘hormon stress’ diproduksi oleh kelenjar adrenal yang berfungsi untuk meningkatkan tekanan darah dan gula darah yang mengakibatkan penurunan daya imunitas tubuh. Kondisi ini memudahkan kuman atau virus yang tidak diundang masuk dan menggangu sistem tubuh kita. Tanpa disadari, ketakutan dan kecemasan kita telah mengundang mereka untuk “berpesta”.
Darimana mereka datang? Bisa dari lingkungan sekitar, dari orang lain yang kita jumpai, atau bahkan dari antrean virus di sekitar lubang hidung kita yang memang sudah menunggu-nunggu giliran untuk masuk. Sedangkan pada kasus diare atau sakit perut, kuman yang menjadi penyebab dapat merupakan bagian dari “kuman baik” yang selama ini hidup dalam harmoni di sistem pencernaan kita. Mereka menjadi tidak terkendali dan over populataed ketika sistem pertahanan tubuh kita dilanda kecemasan.
Jadi mitos yang mengatakan bahwa kehujanan dapat menyebabkan penyakit, tidak benar karena air hujan tidak mengandung virus yang menyebabkan penyakit. Penyakit yang dialami setelah kehujanan disebabkan oleh faktor kecemasan. Kepercayaan akan sugesti bahwa kehujanan menyebabkan penyakit menimbulkan kecemasan. Kecemasan tersebut meningkatkan kadar hormon kortisol yang mengakibatkan menurunnya imunitas tubuh, sehingga virus-virus dan kuman penyakit dengan mudah menyerang tubuh kita.

DAFTAR PUSTAKA:
Dewi. 2009. Musim Hujan dan Penyakit. http://www.rasefm.com/news/viewDetail1.php?id=529. (30 November 2009, 20.47).
Rosyidi, Imron.2008. Psikoneuroimunologi. http://id.shvoong.com/medicine-and- health/1803214-psikoneuroimunologi. (30 November 2009, 20.21).
Sofyan, Asep. 2009. Kecemasan dan Psikoneuroimunologi. Bayah. http://bermenschool.wordpress.com/2009/01/18/cathar-pk5-kecemasan- dan-psikoneuroimunologi/. (30 November 2009, 20.56).
Tim wikipedia. 2009. Cortisol hormone. http:/en.m wikipedia.org/wiki/Cortisol?wasRedicted=true. (2 Desember 2009, 20.43).
Ungu, tinta. 2007. Mitos-Mitos Kesehatan Di Sekitar Kita. http://tintaungu.wordpress.com/2007/11/12/mitos-mitos-kesehatan-di- sekitar-kita/. (30 November 2009, 20.30).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar